Friday 6 November 2015

Kontrak GMP - GUARANTEED MAXIMUM PRICE CONTRACT

Pada saat ini banyak Pengembang menginginkan produknya dibangun secepat mungkin atau sedini mungkin sehingga memungkinkan mereka untuk menjualnya juga sedini mungkin. Dengan dapat terjualnya produk pembangunan lebih cepat berarti berkurangnya komitmen biaya Pengembang. Hal ini menjadi fenomena umum pada saat ini, dan menjadi salah satu pendorong dunia konstruksi untuk tetap berjalan di tengah krisis ekonomi. Secara umum hal ini cukup baik untuk dunia konstruksi, namun dari sisi pengelolaan proyek atau pengelolaan pembangunan hal ini bukanlah suatu hal yang mudah untuk dikelola.

Dalam pelaksanaannya, banyak pengembang masih mengandalkan sistim kontrak ‘lump sum’ sebagai metode procurement nya. Padahal dengan kondisi dimana waktu perencanaan dan penyelesaian proyek yang sangat terbatas, opsi tersebut kurang tepat. Dengan kontrak ‘lump sum’, dimana Pemberi Tugas berusaha untuk memindahkan resikonya kepada kontraktor, maka akan didapat harga kontrak yang kurang ekonomis atau dengan kata lain cenderung mahal. Hal ini dikarenakan kontraktor akan menghargai resiko yang dipindahkan oleh Pemberi Tugas kepadanya. Termasuk resiko atas kurang lengkapnya desain, karena waktu perencanaan yang terbatas. Dengan sistim kontrak ‘lump sum’ diperlukan waktu yang cukup lama untuk menyiapkan desain. Hal ini adalah untuk menghindari terjadinya pekerjaan variasi yang berlebihan pada saat pelaksanaan. Waktu perencanaan yang lama akan tidak memungkinkan proyek dilaksanakan sedini mungkin. Untuk mengakomodasi hal ini, beberapa metode procurement yang mengacu kepada sistim ‘fast track’ dapat digunakan antara lain:-
Cost Plus contract, dimana Pengembang membayar kontraktor atas segala biaya yang dikeluarkannya ditambah upah, baik berdasarkan nilai persentase tetap atau dengan upah tetap.
Management based Contract, dimana Pengembang menunjuk sebuah kontraktor sebagai pengelola pelaksanaan pekerjaan. Kontrak akan mengacu kepada estimasi biaya yang dibuat oleh kontraktor. Dalam pelaksanaannya kontraktor akan melakukan kontrak dengan para kontraktor pelaksana. Nilai kontrak akhir akan didasarkan kepada nilai kontrak akhir para kontraktor pelaksana pekerjaan.
Construction Management Contract, dimana Pengembang akan membuat kontrak langsung dengan para kontraktor pelaksana dan akan menunjuk Construction Manager untuk mengelola pelaksanaan pekerjaan.
Kontrak dengan mendasarkan kepada ‘approximate quantities’, dimana volume tender dihitung secara perkiraan dan akan dihitung ulang pada akhir pekerjaan sesuai gambar terakhir.

Seluruh metode di atas memungkinkan pelaksanaan pekerjaan dilaksanakan sedini mungkin, yang mana hal ini dapat membantu mempercepat penyelesaian pekerjaan, yang memang diinginkan oleh Pemberi Tugas atau Pengembang. Namun, pada sisi biaya konstruksi semua sistim tersebut tidak memberikan komitmen biaya pekerjaan keseluruhan kepada Pengembang di awal pelaksanaan pekerjaan. Bahkan sistim tersebut membuat situasi Pemberi Tugas atau Pengembang menjadi ‘expose’ atau ‘open ended’ atau terbuka atas biaya akhir pekerjaan. Pengembang tidak akan mengetahui berapa nilai akhir pekerjaannya sebelum ‘Perhitungan Akhir’ atau ‘Final Account’ diselesaikan. Banyak Pengembang tidak menginginkan hal ini karena akan menyulitkan mereka untuk menghitung biaya pembangunan suatu proyek. Hal ini akan mengakibatkan sulitnya memperkirakan proyeksi rugi/laba suatu proyek. Pengembang atau Pemberi Tugas menginginkan proses pelaksanaan pekerjaan yang cepat dengan kepastian biaya konstruksi yang lebih pasti di awal pelaksanaan pekerjaan.

Diperlukan suatu metode procurement alternatif yang dapat mengakomodasikan pelaksanaan pekerjaan sedini mungkin namun dengan kejelasan biaya konstruksi. Di beberapa negara di Eropa, Australia dan bahkan di Singapura ada alternatif metode procurement yang digunakan sebagai alternatif yang memungkinkan pekerjaan dimulai sedini mungkin dengan komitmen biaya konstruksi tetap terjaga. Sistim itu dikenal sebagai Guaranteed Maximum Price (GMP) atau biasa disingkat menjadi G-Max. Di Amerika Serikat sistim seperti ini dikenal dengan nama sistim ‘Adds Alternate’.

GMP contract adalah alternatif metode procurement yang memberi patokan maksimum harga kontrak untuk suatu pekerjaan berdasarkan suatu desain tertentu. Dengan sistim ini, kontraktor akan menjamin atau ‘guarantee’ bahwa total biaya konstruksinya tidak akan melebihi dari nilai GMP yang telah disetujui. Sistim GMP ini bermanfaat untuk digunakan pada proyek atau pekerjaan yang mempunyai kecenderungan adanya perbedaan yang cukup signifikan dari nilai awal kontrak, seperti jika pekerjaan dilelang pada saat perencanaan masih dalam tahap awal atau dalam tahap konsep.

Sebenarnya GMP tidak berbeda jauh dengan kontrak ‘lump sum’ yang biasa digunakan. Hal yang membedakan adalah adanya keterlibatan kontraktor dalam perencanaan atau pengembangan perencanaan untuk memastikan biaya konstruksinya tidak melebihi dari nilai GMP. Jadi dalam pelaksanaannya provisi GMP bisa ditambahkan terhadap suatu metode procurement, dari mulai metode tradisional sampai metode alternatif berdasarkan desain ataupun manajemen. Sistim atau provisi GMP hanya membuat suatu batasan biaya maksimum untuk pelaksanaan pekerjaan berdasarkan suatu desain tertentu. Jadi tidak menjadi masalah jika kontrak dibuat secara ‘lump sum’ kemudian dikonversikan ke bentuk GMP, sepanjang provisi untuk itu ada dalam persyaratan kontrak. GMP memungkinkan dikuranginya atau diminimalkannya resiko dan menghindari adanya gugatan dari kontraktor atas adanya perubahan pekerjaan atau desain.

Karakteristik dari sistim GMP, secara umum adalah sebagai berikut:-
Kontraktor berpartisipasi dalam perencanaan atau pengembangan perencanaan. Pengembang atau Pemberi Tugas harus dapat memberikan akses kepada kontraktor untuk ikut serta dalam tahap perencanaan atau pengembangan perencanaan. Hal ini untuk memberikan kesempatan kepada kontraktor untuk memeriksa dan memantau bahwa perencanaan yang dibuat atau dikembangkan masih dalam batasan biaya yang dapat dicapai dalam nilai GMP nya. Dalam pelaksanaannya, Pengembang dapat memberi kesempatan kepada kontraktor untuk:-
merencanakan sebagian pekerjaan (seperti untuk pekerjaan struktur, M/E dll.).
mengembangkan desain bersama dengan perencana.

Namun di dalam aturan kontraknya peran kontraktor dalam perencanaan harus diterangkan secara jelas, untuk tidak menjadi rancu dengan sistim ‘Rancang Bangun’ atau ‘Design and Build’.


Engineering, Economics & Business
Aam Hermawan

No comments:

Post a Comment

statistics

About Me

My photo
...... Honest-Sincere-Reliable ...... Main key in my life .... keep istiqomah ... Amiiin .....