Friday 6 November 2015

Procurement Methode - Metode Pelelangan / tender

Procurement method sangat penting bagi seorang QS untuk menguasainya, dengan kondisi saat ini yang berkembang terus dan menuntut seorang QS untuk dapat memenuhi keinginan owner dalam hal kecepatan dan ketepatan waktu,kualitas dan biaya, maka perlu kita menguasai alternatif-alternatif dalam menentukan pemilihan procurement method yang tepat dan sesuai dengan tuntutan owner.

Pada dasarnya procurement method adalah suatu proses untuk mendapatkan suatu produk (konstruksi) dengan menggunakan system pengelolaan tertentu yang disepakati oleh semua pihak.

Procurement ini melibatkan beberapa aspek pekerjaan mulai dari manajemen, perencanaan, lelang sampai cara pengelolaan proyek. Secara umum proses ini melibatkan aspek-aspek berikut:-
  1. Sistim pelelangan
  2. Manajemen proyek
  3. Jenis kontrak
  4. Tipe syarat kontrak
Pemilihan suatu sistim procuement sangat dipengaruhi oleh kriteria atau persyaratan Pemberi Tugas. Pemberi Tugas harus memberikan penjelasan atau menekankan kriteria atau persyaratan apa diantara waktu, kualitas dan biaya yang menjadi prioritasnya. Dari kriteria tersebut pemilihan sistim procurement dapat ditentukan atau dipilih.

Secara umum metode atau sistim procurement ini dapat dibedakan menjadi 2 golongan besar, yaitu metode procurement tradisional dan metode procurement alternatif.

PROCUREMENT TRADITIONAL

procurement tradisional adalah dimana Perencana dan Pelaksana (kontraktor) berada pada dua organisasi yang berbeda. Dengan cara pengelolaan seperti inilah banyak bangunan pada waktu dulu (dan sampai sekarang) dibangun.

Sistim Procurement yang mendasarkan kepada BQ (firmed BQ)
Sistim ini menggunakan pelelangan dengan mendasarkan kepada BQ yang lengkap (firmed BQ) dan merupakan sistim yang sangat biasa dan banyak dilakukan. Dengan sistim ini pelelangan akan dilakukan setelah semua gambar dan spesifikasi selesai untuk kemudian disiapkan BQnya oleh QS. Cara pelelangan bisa dengan cara terbuka ataupun terbatas. BQ dan harga satuannya bersifat mengikat selama masa kontrak dan merupakan satu kesatuan kontrak. Sifat kontrak biasanya lump-sum. Dengan sistim ini, komitmen Pemberi Tugas atas biaya sudah diketahui sedari awal dan diharapkan tidak akan berubah banyak di akhir pekerjaan.

Keuntungan dari sistim ini adalah:-
  • Masing-masing pihak (Pemberi Tugas dan Kontraktor) mengetahui besarnya biaya akhir dari kesepakatan mereka.
  • Harga satuannya dapat digunakan untuk pekerjaan variasi (tambah/kurang), jika ada.
  • Perincian nilai kontrak dapat dilihat atau tersedia dengan detil (melalui BQ).
Kerugian dari sistim ini adalah:-
  • Memakan waktu yang cukup lama untuk menyiapkan dokumen.
  • Sulit menentukan pekerjaan variasi karena harus merubah karakter atau kondisi pekerjaan dibandingkan dengan kondisi pada saat kontrak.
Jenis syarat kontrak yang dapat digunakan antara lain JCT with quantities (1963/1980), FIDIC (1987/1999)


Sistim procurement yang mendasarkan kepada Bill of Approximate Quantities (BAQ)

Sistim ini menggunakan pelelangan dengan dasar BAQ yang cukup lengkap, dalam kaitannya dengan pokok pekerjaan, namun volume pekerjaan belum sepenuhnya benar. Volume pekerjaan akan dihitung ulang di akhir pekerjaan. Gambar dan spesifikasinya belum sepenuhnya selesai direncanakan sehingga yang mengikat hanya harga satuan pekerjaannya saja dan itulah yang menjadi satu kesatuan kontrak. Sifat kontrak biasanya menggunakan cara re-measurement contract. Sistim kontrak ini dapat dilaksanakan lebih awal dari pada cara Firmed BQ, sehingga waktu awal pelaksanaan pekerjaannya dapat dipercepat dan akan mempercepat waktu penyelesaian pekerjaan secara keseluruhan.

Keuntungan dari sistim ini antara lain:-
  • Pelaksanaan pekerjaan dapat dilakukan lebih awal.
  • Biaya atau pengeluaran ekstra untuk persiapan pembuatan BQ dapat dikurangi.
Kerugian dari sistim ini antara lain:-
  • Tidak ada nilai yang pasti atas komitmen biaya (bagi Pemberi Tugas) di awal proyek.
  • Volume pekerjaan harus dihitung sesuai dengan yang dilaksanakan di lapangan.
  • Membuat Perencana merasa kurang berkewajiban membuat perencanaan detil.
Jenis syarat kontrak yang dapat digunakan antara lain JCT with Approximate Quantities (1980), FIDIC (1999).


Sistim procurement yang mendasarkan kepada gambar dan spesifikasi
Sistim ini biasa digunakan untuk proyek berskala kecil dan sederhana. Dasar yang dipakai adalah Gambar dan Spesifikasi yang dikeluarkan oleh Perencana tanpa perlu adanya BQ. Penawar hanya diberikan Gambar dan Spesifikasi untuk menghitung besarnya penawaran. Semua Gambar dan Spesifikasi tersebut harus sudah lengkap sebelum pelelangan dilaksanakan. Hal ini untuk mengurangi resiko adanya pekerjaan variasi yang sangat sulit dihitung atau dinilai (jikapun ada). Sifat kontrak biasanya adalah Lump Sum. Cara pelelangan untuk sistim ini biasanya adalah lelang terbatas dan serial. Komitmen biaya Pemberi Tugas sudah jelas sedari awal sepanjang tidak ada perubahan perencanaan.

Keuntungan cara ini adalah:-
  • Waktu mempersiapkan BQ dapat dihilangkan.
  • Masing-masing pihak dapat mengetahui nilai akhir kontrak dan kejelasan dari kesepakatan mereka.
Kerugian cara ini adalah:-
  • Tidak ada perincian harga kontrak, kecuali jika QS menyiapkan gambaran umunya.
  • Kesulitan menentukan pekerjaan variasi.
  • Perhitungan ‘daywork’ (jika ada tagihannya) akan sulit, walaupun kontraktor sudah memasukkan persentase tambahannya untuk keuntungan dan overhead.
Jenis syarat kontrak yang dipakai antara lain JCT without quantity.


Sistim procurement yang mendasarkan kepada Daftar Harga Satuan
Sistim procurement ini merupakan bentuk fast-track yang ada di metode procurement tradisional ini. Hal utama dari sistim ini adalah bahwa pelaksanaan pekerjaan dapat dilakukan lebih awal, karena tidak harus menunggu gambar dan spesifikasi atau selagi perencanaan masih dalam proses penyelesaian.

Dalam sistim ini pelelangan dapat dilakukan selagi perencanaan masih berjalan, dengan menggunakan Daftar Harga Satuan, yang kemudian mengikat secara kontrak. Sifat kontraknya menggunakan tipe Re-measurement Contract, dimana angka akhir akan didapat setelah volume pekerjaan dihitung ulang di akhir pekerjaan. Seperti prinsip Re-measured Contract, maka resiko akan ditanggung bersama antara Kontraktor dan Pemberi Tugas. Cara lelang untuk sistim ini adalah dengan cara lelang terbatas.

Ada bebarapa varian dalam sistim procurement ini:-

(i) Sistim procurement dengan dasar ‘Standar Harga Satuan’

Dasar pelelangan, dengan mengacu kepada satu ‘Standar Harga Satuan’ yang beredar atau dikeluarkan oleh instansi yang kompeten. Kontraktor diminta untuk memasukkan persentase tambahan atau reduksi dari daftar harga satuan tersebut. Setelah disepakati maka kontrak ditandatangani dan Kontraktor dapat langsung bekerja.

(ii) Sistim procurement dengan dasar Daftar Harga Satuan ‘Ad Hoc’

Daftar harga satuan diambil tidak dari suatu standar harga satuan tertentu, tetapi sengaja dibuat berdasarkan gambar-gambar yang telah ada dan atas perkiraan QS bahwa pokok pekerjaan tersebut akan ada nantinya. QS dapat membuatkan daftar tersebut untuk kemudian meminta penawar memasukkan persentase kenaikan atau reduksinya atas harga satuan tersebut. Atau daftar harga satuan tersebut dikosongkan dan diisi oleh penawar. Apapun yang dipilih, evaluasi untuk sistim ini akan sulit, karena tidak adanya volume yang dapat menunjukkan tinggi rendahnya penawaran.

(iii) Sistim procurement dengan mendasarkan Daftar Harga Satuan Proyek lain


Secara umum, caranya sama seperti pada daftar ‘ad hoc’ di atas namun diambil dari BQ untuk pekerjaan sejenis pada proyek sebelumnya atau lainnya. Biasa dilakukan untuk lelang berseri atau serial.


Sistim procurement yang mendasarkan kepada biaya diganti (cost reimbursement)
Cara ini dapat juga dikatakan sebagai alternatif dari sistim procurement untuk pekerjaan yang sulit dikuantifikasi di awal perencanaan, seperti pada proyek renovasi dan perbaikan bangunan. Cara ini mendasarkan nilai kontrak kepada biaya yang dikeluarkan oleh kontraktor untuk pelaksanaan suatu pekerjaan (Prime Cost) dan ditambah dengan upah (Fee) dan keuntungan. Cara ini tidak menguntungkan bagi Pemberi Tugas karena semakin boros atau ceroboh kontraktor dalam melaksanakan pekerjaan semakin besar biaya yang akan ditanggung oleh Pemberi Tugas. Namun, dengan cara pekerjaan bisa dilakukan lebih awal.

Keuntungan yang bisa didapat dari cara ini antara lain:-
  • Waktu mempersiapkan dokumen lelang yang bisa dipersingkat atau dikurangi.
  • Pelaksanaan pekerjaan bisa dilakukan seawal mungkin.
Kerugian dari cara ini antara lain:-
  • Tidak telitinya atau pastinya nilai akhir proyek membuat masing-masing pihak tidak puas atau yakin dengan komitmennya.
  • Total biaya, biasanya akan lebih besar dari cara lainnya.
  • Pencatatan dari pengeluaran kontraktor harus diteliti sebaik mungkin.

METODE PROCUREMENT ALTERNATIF

Sistim procurement alterntif adalah pengembangan sistim procurement tradisional yang dirasa tidak lagi dapat mengikuti perkembangan teknologi dan kebutuhan Pemberi Tugas atas bangunan atau proyek yang diinginkannya. Ciri utama dari sistim alternatif ini adalah usaha menggabungkan masa perencanaan ke masa pelaksanaan, berikut juga mengkombinasikan atau menggabungkan organisasi Perencana yang sebelumnya berada pada satu sisi yang berbeda dengan Kontraktor ke dalam satu organisasi dengan Kontraktor. Dengan kata lain Perencana dan Kontraktor dicoba untuk berada pada sisi yang sama.

Beberapa alasan yang digunakan untuk mengembangkan sistim alternatif ini adalah:-
  • Makin lamanya waktu pelaksanaan proyek konstruksi dan makin rumitnya bangunan pada saat ini mengakibatkan makin banyaknya investasi yang harus ditanam untuk membiayai proyek.
  • Tingginya suku bunga mengakibatkan makin besarnya bunga yang harus ditanggung Pemberi Tugas dalam membiayai proyeknya, jika pelaksanaan konstruksi terlalu lama.
  • Makin bertambahnya pengetahuan Pemberi Tugas akan tata laksana konstruksi dan industri konstruksi sehingga mereka makin memperhitungkan faktor ‘Value for Money’ dan menginginkan makin cepatnya investasi mereka kembali.
  • Canggihnya atau makin canggihnya teknologi konstruksi membutuhkan kualitas yang lebih tinggi dari industri konstruksi.
  • Adanya kecenderungan ‘Mereka dan Kita’ antara Perencana dan Kontraktor sehingga menyebabkan jurang pemisah antara keduanya yang pada akhirnya mengakibatkan sasaran utama proyek tidak tercapai atau tidak sempurna tercapai.
Karena alasan-alasan tersebut di atas tersebut dalam sistim alternatif ini masalah waktu sangat ditekankan dan menjadi perhatian ekstra. Untuk menekan waktu, baik dalam masa perencanaan maupun dalam masa pelaksanaan, segala usaha dicari. Selain itu masalah ‘Mereka dan Kita’ coba dihilangkan dengan mengikutsertakan kontraktor di tahap awal perencanaan untuk dimintakan pendapat dan ilmunya dalam pemecahan masalah perencanaan yang berhubungan dengan pelaksanaan. Hal ini dilakukan semata-mata untuk mendapatkan sasaran proyek, waktu, kualitas dan biaya secara efektif dan efisien.

Sistim Procurement Rancang Bangun (Design & Build)

Cara ini sebenarnya sudah lama dikenal dengan nama ‘Architect – Builder’ yang telah lama digunakan di abad 16 – 19. Pada awal era 70an sistim ini berkembang kembali, setelah pada awal abad ke 20 ditinggalkan, dengan nama Design and Build.Kontraktor akan bertanggung jawab atas perencanaan dan pelaksanaan untuk memenuhi semua persyaratan Pemberi Tugas (Employer’s Requirements). Untuk itu Kontraktor akan mendapatkan upah sebagai Perencana. Dengan cara ini tanggung jawab perencanaan dan pelaksanaan berada pada satu organisasi, yaitu Kontraktor. Dengan cara ini pula waktu pelaksanaan pekerjaan dapat ditarik seawal mungkin. Prosedur atau tata laksana sistim ini adalah sebagai berikut:-
  • Kontraktor memasukkan usulan dan penawaran perdasarkan persyaratan Pemberi Tugas (Employer’s Requirement – ER). ER tersebut dibuat oleh Pemberi Tugas. ER tersebut dapat berupa spesifikasi umum, tata letak (layout) bangunan, ruangan, tanah, site plan, denah lantai, gambar desain skematik dan/atau gambaran singkat dari proyek tersebut.
  • Untuk mengevaluasi penawaran Kontraktor, Pemberi Tugas membentuk tim yang terdiri dari Perencana, QS dan PM. Pertama usulan desain Kontraktor dievaluasi, apakah sudah memenuhi semua ER. Setelah itu baru dilihat dari sisi finansial penawarannya.
  • Setelah desain awal disetujui, begitu juga harga kontrak keseluruhan, maka Kontraktor harus melanjutkan desainnya ke tahap produksi informasi. Tim Perencana Kontraktor akan mengerjakan pengembangan desain ini dengan diawasi oleh Tim Teknis Pemberi Tugas.
  • Segera setelah desain siap untuk dilaksanakan maka Kontraktor akan memberikan desain tersebut kepada bagian operasionalnya untuk dilaksanakan dengan diawasi oleh Tim Teknis Pemberi Tugas.
Dari bentuk dasar sistim Rancang Bangun ini ada bebarapa turunannya atau variasinya, yaitu Develop and Construct dan Turnkey atau Package Deal Contract.

Syarat kontrak yang biasa digunakan adalah JCT Design and Build Standard Form of Contract, FIDIC Design and Build Form.

Management Contracting (MC)
Cara ini dimulai pada tahun 30an dan mulai berkembang digunakan pada era 70 – 80an. Prinsip dari cara ini adalah bahwa ‘Management Contractor’ (MCr) tidak mengerjakan pembangunan fisik tetapi diserahkan kepada para sub-kontraktor berdasarkan paket-paket pekerjaan. Kontrak antara para sub-kontraktor dilakukan dengan MCr. Tugas utama dari MCr adalah menyiapkan jasa manajemen untuk pelaksanaan pembangunan atas dasar upah yang telah disetujui sebagai bagian dari tim manajemen Pemberi tugas. MCr harus menyiapkan dan membentuk organisasi, mengkoordinir pelaksanaan di lapangan serta harus membuat dan memelihara sarana dan prasarana penunjang pelaksanaan (seperti gudang, jalan, tempat penampungan pekerja, listrik kerja, air kerja, peralatan lapangan atau hal-hal lain seperti yang tercantum dalam Preliminaries).

Kombinasi antara sistim ‘Design & Build’ dan sistim ‘Management’ menghasilkan sistim yang disebut ‘Design & Manage’. Sistim ini jarang digunakan di industri konstruksi. Biasanya dilakukan untuk suatu bangunan yang sangat spesial seperti ruangan proses, pabrik atau bangunan industri lainnya.


Joint Venture (JV – Kerja Sama Operasi)
Joint Venture (JV) adalah suatu bentuk kerja sama antara dua atau lebih perusahaan untuk keperluan suatu lelang dan pelaksanaan pembangunan gedung atau pekerjaan-pekerjaan lainnya, dimana masing-masing pihak yang bekerja sama mempunyai tanggung jawab dan kewajiban kontraktual kepada Pemberi Tugas. Perusahaan yang tergabung dalam JV dapat datang dari latar belakang bisnis yang sama atau berbeda.

JV berkembang sesuai dengan perkembangan industri konstruksi yang makin canggih dan kompleks. JV digunakan untuk proyek-proyek yang bernilai besar dan membutuhkan keahlian khusus, baik yang berhubungan dengan teknologi maupun pembiayaannya.

Kontrak akan dibuat dibuat antara Pemberi Tugas dan JV dimana semua peserta JV ikut pula menandatanganinya. Dengan JV, memungkinkan adanya Kontraktor Spesialis yang biasanya menjadi sub-kontraktor (dalam sistim tradisional) menjadi bagian JV tersebut. Cara pelelangan untuk proyek ini dapat menggunakan cara lelang terbuka, terbatas atau bahkan negosiasi.


G-Maxatau GMP (Guaranteed Maximum Price)
GMP contract adalah alternatif metode procurement yang memberi patokan maksimum harga kontrak untuk suatu pekerjaan berdasarkan suatu desain tertentu. Dengan sistim ini, kontraktor akan menjamin atau ‘guarantee’ bahwa total biaya konstruksinya tidak akan melebihi dari nilai GMP yang telah disetujui. Sistim GMP ini bermanfaat untuk digunakan pada proyek atau pekerjaan yang mempunyai kecenderungan adanya perbedaan yang cukup signifikan dari nilai awal kontrak, seperti jika pekerjaan dilelang pada saat perencanaan masih dalam tahap awal atau dalam tahap konsep.

Untuk GMP ini dapat dipelajari lebih detail (terlampir) dikarenakan system procurement ini sering digunakan di Negara-negara maju dan Singapore.

Semoga Bermanfaat

Engineering, Economics & Business
Aam Hermawan

No comments:

Post a Comment

statistics

About Me

My photo
...... Honest-Sincere-Reliable ...... Main key in my life .... keep istiqomah ... Amiiin .....